![]() |
Hutan Sungai. Via Pixabay |
Suatu malam tanpa terduga kembali nanga-nanga menjadi keputusan yang singkat untuk ditiduri. Bercengkerama atau bercinta dengan alam lebih tepatnya.
Menyongsong akhir pekan Minggu ke-tiga, dalam bulan yang katanya bulan penuh kepedihan dan air mata jatuh membumi pada Juni. Air terjun nanga-nanga yang berada diantara perut hutan selalu menyajikan suasana yang baru, meski kesekian kalinya ngecamp ditempat yang masih cukup alami ini.
Lagian kenapa sedikit-sedikit suka bermalam dalam hutan, menahan dingin, meringkuk pada alas seadanya, atau sekedar berbagi kehangatan lewat tawa suka melalui lingkaran api yang setengah mati membakar kah? Saya sendiri pun bingung kenapa seperti ini. Mungkinkah tagar kembali ke alam memang suatu hal aktivitas penting untuk digeluti. Apalah! tidak tahu persis.
Satu hal yang menarik perhatian kemungkinan besar adalah Melodi air mengalir atau irama air jatuh membenturkan dirinya pada bebatuan sehingga memberikan efek candu bergelayutan pada pendengaran, bagi mereka ini agak berlebihan atau terlalu klise, tetapi bagi saya, selalu ada sensasi baru.
Kali ini juga masih pada tema yang sama, dalam perut hutan langit secara lirih, melepas kucuran rinainya. Pada pinggiran Kota Kendari, sebuah tempat kembali untuk mengasingkan diri bersama kolega yang memiliki keresahan yang sama barangkali. Cukup rumit kegelisahan sekumpulan pemuda ini.
Kami bukanlah segelintir orang berada. Lalu mengapa memaksakan diri untuk berdiam diri semalaman meringkuk kedinginan disini? Toh, ini juga Bulan Juni, tidak tepat untuk kemana-mana dulu, kalau tidak mau berbasah-basahan. Kendati ada tenda tapi itu tidak cukup untuk 10 jari. Kesederhanaan yang dipaksakan.
Hmm, kalau ada rokok tidak mungkin diwaktu Shubuh kalian mau minta pulang kawan-kawanku. Rasakan ! Terlalu memaksakan juga, kapasitas seadanya, logistik pun juga hanya kopi sama rokok beberapa batang itu. Bukan siapa salah sebenarnya, tapi resiko itu harus kita terima bersama.
Nanti kita gores kembali untaian aksara untuk puisi. Catatan ini sederhana saja dulu sebagai pengingat yang mengisi memo kita masing-masing. Tetap bertanggung jawab pada diri sendiri itu kuncinya.
Pada akhirnya dua orang perempuan pun menjadi pelengkap dalam suatu tujuan perjalanan atau menjadi penghibur lara tetapi bukan wanita penghibur ya, jangan salah tafsir. Maaf kalian terpaksa dibangunkan seperti pola kaderisasi, ini agar supaya kita tidak betul-betul basah ditempat ini.
Terimakasih.
Post a Comment for "Catatan Perjalanan ( Meringkuk Dalam Kedinginan)"